The Lost and Love [FILE 12]

By : Vi 

Cast : Oh Sehun (EXO), Im Nayoung (OC)

Genre : Marriage Life, Romance, Angst

Length : Chaptered

Rating : PG-17

Disclaimer : I own the plot and the stories. This story is purely mine, I created it myself from my own wild imagination. Cast besides OC(s) belongs to God and their relatives. I might have posted this story on another blog. Last but not least, please don’t be plagiators and siders! Thank you for your concern.

WARNING FOR TYPOS!

Previous

FILE 1 // FILE 2// FILE 3 // FILE 4 // FILE 5 // FILE 6 // FILE 7 // FILE 8 // FILE 9 // FILE 10 // FILE 11

also posted on here

.

.

.

.

.

Keesokan harinya mereka terpaksa kembali ke Seoul karena tiba-tiba ada urusan penting kantor yang membutuhkan tenaga Sehun dengan segera. Mau tidak mau mereka harus kembali. Jetlag yang dialami Nayoung juga tidak membantu sama sekali. Gadis itu bisa merasakan seluruh tubuhnya tidak mau bekerja sama dengannya hari ini. Tadi dirinya sempat ingin menggerakkan tangan kanannya, tapi justru tangan kirinya yang bergerak. Baiklah, sepertinya otak Nayoung mulai bermasalah sekarang.

Sehun mengatakan kepadanya untuk tidak usah berangkat kerja hari ini karena Nayoung memang merasa sedkit kurang sehat. Ia bingung bagaimana pria itu tahan menghadapi jetlag. Bayangkan saja, setelah mendaratkan kaki di Seoul, Sehun bahkan langsung berangkat ke kantor dan Nayoung pulang dengan supir keluarga Sehun yang sudah menjemputnya di bandara tadi.

Sambil menatap langit-langit kamar, Nayoung bertanya-tanya dalam hati. Terlalu banyak pertanyaan yang ia ingin temukan jawabannya.

Mempercayai Sehun bukanlah salah satu daftar yang masuk agendanya ketika dulu ia memutuskan untuk menikah dengan pria itu. Namun sekarang, ia sendiri merasa tidak yakin dengan segala hal yang berhubungan dengan pria bernama lengkap Oh Sehun itu.

Kenapa keadaan tiba-tiba jadi rumit begini?

Ah, entahlah. Nayoung tidak ingin memikirkan hal ini lebih jauh lagi.

****

Shit.” Sehun mengumpat. Dia yakin sekali kalau semua kekacauan di kantor yang terjadi ini ada hubungannya dengan Kim Junmyeon. Meski dalam lubuk hatinya yang paling dalam ia sendiri tidak yakin kalau kakak tirinya itu adalah dalang dibalik semua ini.

“Apa alasan mereka hanya karena itu?” Suara Sehun terdengar menggebu-gebu, tapi menyiratkan kecemasan dalam bicaranya. Bagaimana tidak? Salah satu perusahaan besar dari Indonesia baru saja menyetujui untuk bekerja sama dengan Sanders Group, namun tiba-tiba membatalkan kerja sama sepihak. Sebenarnya tidak akan jadi masalah karena mereka memang belum terikat kontrak kerja sama resmi. Namun, alasan yang diberikan perusahaan itu bisa dibilang tidak logis dan terlalu klise. Perusahaan itu memang tidak lebih besar dari Sanders Group, tapi bisa membuat nilai saham di Sanders Group meningkat dengan grafik menanjak yang memuaskan.

Sehun tidak habis pikir. Baru ditinggal beberapa hari, bahkan belum seminggu, tapi hal seperti ini justru terjadi. Benar-benar sial.

Akhirnya ia hanya bisa pasrah dan berharap kejadian serupa tidak terulang lagi. Sepertinya hari ini akan menjadi hari yang panjang bagi Sehun.

****

Ketika jam menunjukkan pukul sebelas siang, Nayoung memutuskan untuk pergi ke kantor. Bukan untuk bekerja, namun dengan tujuan mengunjungi Sehun sekaligus mengajaknya makan siang. Kalau tidak diingatkan, pria yang berstatuskan sebagai suaminya itu, seringkali lupa waktu dan itu tidak baik untuk kesehatan. Lagipula Nayoung sudah merasa jauh lebih baik sekarang.

Nayoung baru saja melangkahkan kaki masuk ke dalam salah satu kafe terdekat dari gedung kantornya ketika melihat paras yang familier di matanya. Ia baru saja hendak beranjak keluar ketika sosok itu dengan nada semangat menyerukan namanya. Demi menjaga sopan santun, tentu saja Nayoung berbalik dan menyunggingkan senyum terbaiknya.

“Kim Junmyeon-ssi,” sapa Nayoung. Junmyeon melangkah mendekat dengan segelas kopi dan satu kantung kertas di dalam genggaman tangannya.

Well…well..bukankah ini kejutan yang menyenangkan? Apa yang kaulakukan di sini?”

“Hanya mampir untuk membeli kopi.”

“Oh, begitu rupanya. Kalau begitu sekalian saja temani aku makan siang.”

Nayoung tidak sedang berada dalam posisi untuk menolak saat ini. Ditambah lagi dengan senyuman menawan Junmyeon yang membuat penolakan terasa lebih sulit untuk terucap dari kedua bibirnya. Pria itu juga bukannya ingin mendapat penolakan karena sebelum Nayoung menjawab, Junmyeon sudah menariknya keluar dan mengajaknya ke salah satu restoran tidak jauh dari sana.

Gadis itu salah mengira ketika menafsirkan kata “makan siang” yang diucapkan Junmyeon. Ia kira orang sekelas Junmyeon dan Sehun akan makan siang di dalam restoran berbintang dengan lampu kristal menggantung di langit-langit restoran, namun, di sinilah sekarang mereka berdua duduk, sedang menunggu bibimbap yang Junmyeon pesan. Nayoung menolak halus ketika Junmyeon menawarinya untuk makan. Alasan klasik, seperti “Aku masih kenyang.” ternyata ampuh untuk Junmyeon. Ia justru membeli seporsi tonkatsu untuk dibungkus.

“Kudengar…kau baru pulang dari bulan madu, ya?”

Wajah Nayoung merona seketika. Ia bisa merasakan seluruh aliran darahnya mengalir ke wajahnya sekarang.

Melihat Nayoung mati kutu tidak bisa menjawab justru membuat Junmyeon terkekeh.

“Dilihat dari cara wajahmu merona, kurasa aku tidak perlu bertanya lebih detail, bukan?” tanya Junmyeon dengan senyum jahil di wajahnya. Sebelah alisnya diangkat-angkat dengan cara jenaka.

Apa Junmyeon benar-benar harus mengatakannya dengan cara seperti iu?

Bibimbap pesanan Junmyeon datang tidak lama setelahnya. Berani taruhan, bibimbap adalah salah satu makanan favorit pria di hadapan Nayoung jika dilihat dari cara pria itu melahap tiap sendok makanannya dengan semangat.

Jujur saja, Nayoung tidak menemukan sesuatu yang membahayakan dari seorang Kim Junmyeon. Semua peringatan Sehun mengenai Junmyeon seakan lenyap seketika jika melihat bagaimana pria itu makan seperti anak berumur lima tahun melahap habis es krim.

Nayoung rasa, Sehun hanya melebih-lebihkan karena mungkin Sehun memang tidak pernah menyukai keberadaan Junmyeon dari awal.

Setelah mengelap mulutnya dengan tisu, Junmyeon menghela napas lega sambil menepuk-nepuk perutnya dengan puas. “Bibimbap di sini memang tidak pernah mengecewakan,” ucapnya lantas berdiri yang diikuti oleh Nayoung.

Mereka berjalan beriringan. Sesekali Junmyeon akan berbicara mengenai betapa memusingkannya urusan perusahaan dan Nayoung yang berada di sebelahnya hanya sesekali mengangguk ringan sebagai respon. Walau rencana awal Nayoung membeli dua gelas americano harus tandas, namun ia rasa bukan masalah besar karena ternyata Junmyeon bisa dijadikan teman yang idak terlalu buruk.

“Biar kuberi tahu sesuatu,” ujar Junmyeon entah dari mana.

“Apa?” Nayoung ikut penasaran.

“Sehun itu penggila susu pisang,” jawabnya sambil terkekeh. Nayoung juga ikut geli sendiri mendengarnya. Selera Sehun benar-benar mirip dengan anak kecil.

****

Sehun sedang terlihat sangat sibuk ketika Nayoung masuk ke dalam ruang kerja Sehun. Pria itu memang biasa selalu sibuk, tapi kali ini lingkaran hitam di sekitar matanya bisa menjadi bukti nyata kalau tubuhnya sebenarnya sudah kelelahan menghadapi semua tugas-tugas yang sedang ia tangani sekarang.

Nayoung berjalan mendekat, tapi sepertinya Sehun bahkan tidak menyadari kalau istrinya sudah menaruh presensi di dalam ruangan kerjanya dari beberapa menit yang lalu.

“Sehun…,” panggil Nayoung yang jauh lebih terdengar seperti bisikan.

Sehun mendongak mendengar namanya dipanggil. Dan setelah mengerjap beberapa kali, ia baru sadar kalau Nayoung sudah berada di depannya.

“Apa yang kaulakukan di sini?”

“Ini,” kata Nayoung sambil menyodorkan kantung plastik putih ke arah Sehun, “makanlah. Kau pasti belum makan siang.”

Nayoung menaruh kantung itu di atas meja Sehun. Tadi Nayoung sempat mampir sebentar ke mini market dan berinisiatif untuk membeli dua botol susu pisang.

Yang tidak Nayoung sangka adalah Sehun kini sedang tersenyum geli ke arahnya setelah mengintip isi kantung yang ia sodorkan.

“Baiklah, aku akan makan. Berikan aku lima menit lagi.”

“Tidak ada lima menit. Kau harus makan sekarang,” titah Nayoung dengan nada tidak terbantahkan. Ia tidak merasa sekaku dan secanggung dulu lagi ketika berbicara dengan Sehun sekarang. Lihatlah, ia bahkan berani memerintah seorang Oh Sehun. Benar-benar suatu kemajuan yang pesat. Nayoung bahkan merasa sangat bangga akan hal itu.

“Baiklah, baiklah.” Akhirnya Sehun mengalah dan memilih untuk bangkit lantas duduk di sofa ti depan meja kerjanya.

Sang wanita sibuk membukakan tutup tonkatsu yang ia beli tadi. Sementara Sehun sudah bersiap-siap dengan sepasang sumpit yang ia pegang di tangan kanannya.

Satu hal yang terlintas di benak Nayoung ketika melihat Sehun melahap tonkatsunya; pria itu lapar. Sebenarnya antara lapar atau memang suka. Untung saja Nayoung ingat Sehun tidak suka sayur, kalau tidak, pasti Sehun sudah menatap jijik ke arah bibimbap yang bisa saja Nayoung beli tadi.

Setelah menandaskan botol susu pisang pertamanya, Sehun menjungkitkan alisnya lalu bertanya, “Dari mana kau tahu aku suka susu pisang?” Pria itu bahkan tidak mengira kalau bisa saja Nayoung membeli secara kebetulan.

Baiklah, sekarang Nayoung bingung harus memnjawab apa. Kalau ia jawab dengan jujur, bisa-bisa Sehun marah lagi, tapi ia tidak pandai berbohong. Namun sekarang ia tidak punya pilihan lain selain opsi kedua.

“Hanya…menebak?”

“Kukira kau tahu aku salah satu penggemar susu pisang,” balas Sehun sambil menyedot susu pisang botol terakhirnya.

“Jadi, kau ke sini hanya untuk memberiku makan siang?” lanjut Sehun. Susu pisangnya masih belum habis.

“Ya, bisa dikatakan begitu.”

“Tidak ada hal lainnya?”

Dahinya mengkerut. “Seperti?”

“Rindu padaku misalnya.”

Ya Tuhan, Nayoung tidak tahu kalau Sehun bisa menjadi seperti ini. Sangat bukan Sehun menurut Nayoung. Ke mana pria dingin yang biasa menatap tajam ke arahnya setiap kali ia berbicara?

“Dalam mimpimu,” tutur Nayoung. ia memutar bola maanya kelewat jengah.

“Karena makananmu sudah habis, aku sebaiknya pulang sekarang,” ucapnya lagi.

Ia baru saja berdiri dan hendak pergi ketika Sehun menahan pergelangan tangannya. Membuatnya secara refleks berbalik menatap Sehun dengan alis terangkat seolah berkata “Apa lagi?”. Pria itu lantas ikut bangkit dan mengecup sekilas pipi Nayoung.

Nayoung bisa merasakan darahnya berdesir. Jantungnya memompa lebih cepat dari biasanya. Ciuman itu tidak lama, benar-benar hanya sekilas. Namun dapat membuat seorang Nayoung berdiri memaku dengan perasaan tak menentu.

“Hati-hati di jalan dan terima kasih untuk makanannya,” bisik Sehun tepat di telinganya.

****

Sesampainya di rumah, Nayoung langsung mendaratkan kedua bokongnya di atas sofa. Tas selempangnya sudah ia lemparkan di sebelahnya. Ia bahkan tidak sadar ketika tas itu terpantul terlalu keras ke sofa dan jatuh ke lantai.

Tangannya terangkat lantas meraba pipinya. Pipi di mana tadi Sehun mendaratkan satu kecupan.

KECUPAN!

APA SEHUN SUDAH GILA?!

Nayoung tidak bisa mengatakan kalau ia tidak menyukai perasaan berdebar yang bisa Sehun berikan padanya. Hanya saja ia butuh untuk menyesuaikan diri.

Merasa kalau kegiatannya detik ini terlalu tidak produktif, akhirnya ia memutuskan untuk bangkit. Lima menit kemudian ia sudah siap dengan segala atribut tempurnya. Dengan tangan kanan yang memegang gagang pel, tangan kanan kiri menggenggam kemoceng, ia mengangguk mantap.

“Ayo, kita lakukan.”

****

Kim Minseok-salah satu kepala divisi di Sanders Group-mulai khawatir ketika melihat atasannya dari tadi senyum-senyum sendiri di balik meja kerjanya. Minseok bahkan sempat beberapa kali harus menegur Sehun untuk kembali memfokuskan diri pada laporan yang tadi Minseok serahkan.

Sehun bahkan masih tersenyum saat Minseok mohon pamit dari ruang kerjanya. Tapi hitung-hitung menjadi kesempatan emas bagi Minseok. Kapan lagi ia dapat melihat atasannya yang biasanya hanya mengangguk atau menjawab sapatah, dua patah kata, tersenyum dan menjawab semua pertanyaannya dengan panjang lebar. Sepertinya peruntungan Minseok hari ini akan bagus.

Namun, peruntungan Sehun agaknya tidak akan baik hari ini. Kesenangannya juga hancur tiba-tiba saat ia mendapat telepon dari resepsionis di bawah. Sehun buru-buru melangkah masuk ke dalam lift dan turun ke lantai dasar.

Di sana sudah ada tiga orang sekuriti yang sedang mencoba untuk menahan seseorang. Sehun tahu persis siapa itu.

YA! Biarkan aku bertemu dengan bajingan itu! Jangan halangi aku! Di mana bos sialan kalian itu, hah?!” suaranya yang menyalang mengisi seluruh penjuru lobi gedung kantor. Para pegawai yang tadinya sibuk berlalu lalang di lobi, mau tak mau mematung ketika insiden itu terjadi. Ada yang mulai saling berbisik satu sama lain. Ada juga yang hanya berdiri bersandar di salah satu pilar besi sambil mengamati dengan santai. Mungkin hitung-hitung hiburan gratis.

Sementara Sehun sudah berderap mendekat ke arah pria itu. Dengan santai ia mengibaskan tangannya di udara untuk memberi isyarat pada petugas sekuriti yang mencoba menahan si pria bertubuh tegap itu.

Pria itu langsung merapikan kemejanya dan menatap sinis ketiga sekuriti yang barusan menahannya.

“Pergi dari sini selagi aku minta baik-baik.” Sehun memulai.

“Kau…,” suaranya bergetar karena amarah, “kau harus membayar untuk apa yang telah kaulakukan.” Pria itu mengacungkan jarinya di hadapan wajah Sehun.

“Kalaupun aku tidak mau, kau sudah tidak memiliki apa-apa lagi untuk mengancamku, Lee.” Sehun berkata kelewat santai. Kedua lengannya ia masukkan kembali ke dalam saku celana.

“Bajingan sialan!” serunya tanpa susah payah ia tutupi, namun senyum miring melintas di wajahnya seketika. “Kudengar kemarin kau menikah. Benar, bukan? Siapa nama istrimu yang cantik itu? Im Nayoung? Nama yang cantik…,” kata Tuan Lee dengan nada mencurigakan.

Sehun bisa merasakan darahnya mendidih hingga ujung kepala. Kedua lengannya tanpa sadar sudah mengepal di sisi tubuhnya.

“Berani macam-macam dengan istriku, maka kau akan tamat, Lee. Aku bersumpah,” geram Sehun. Kalau ini bukan di kantor, Sehun bersumpah akan menghajar Tuan Lee detik ini juga.

“Kau yang memilih untuk bermain dengan api, Tuan Oh,” balas Tuan Lee masih dengan suara setenang permukaan air yang diam. Kemudian ia melanjutkan, “Kurasa kita sudah tidak ada masalah lagi kalau begitu?” Ia tersenyum di akhir kalimatnya. Menambah kesan mencurigakan yang begitu menguar. Membuat seluruh insting Sehun berteriak membunyikan alarm bahaya.

Tepat saat itu, Nayoung muncul sambil melambaikan tangan sembari berjalan ke arah Sehun. Benar-benar jackpot untuk Tuan Lee. Ia awalnya tidak menyadari kalau wanita yang melambaikan tangan ke arah Sehun adalah istrinya. Butuh beberapa menit untuk mengenali wajah Nayoung.

“Ah…Ini dia Nyonya Im-maafkan aku, maksudku Nyonya Oh. Tepat pada waktunya,” ucapnya sambil menepuk kedua telapaknya girang lalau menggosokkan keduanya.

Nayoung mengerutkan alisnya. Namun tiba-tiba Sehun langsung maju dan menghalangi tubuh Nayoung di belakang tubuhnya.

“Kubilang jangan ganggu dia! Pergi dari sini, Lee!”

“Baik, baik, aku akan pergi. Sampai jumpa lagi…Nona Nayoung,” ujar Tuan Lee sambil berjalan santai keluar dari gedung kantor dengan senyuman yang benar-benar sulit diartikan.

Para pegawai yang tadinya mengamati kerusuhan yang dibuat oleh Tuan Lee akhirnya membubarkan diri untuk kembali bekerja.

Sehun langsung menarik pergelangan tangan Nayoung dan menyeret gadis itu sampai ruang kerjanya. Nayoung bisa melihat dengan jelas wajah Sehun yang berwarna merah padam. Sangat kontras dengan kulit pucatnya. Dia memilih untuk diam ketika melihat Sehun masih berusaha untuk menetralkan napasnya yang masih memburu.

Nayoung tetap diam ketika Sehun dengan langkah berderap berjalan ke arahnya.

“Kenapa kau kembali lagi?” Suara Sehun terdengar gusar dan frustrasi.

“Aku meninggalkan sesuatu.”

“Kau bisa minta tolong padaku untuk sekalian kubawa pulang, ‘kan?!” Nada bicaranya meninggi.

Nayoung tersentak. Sehun marah padanya dan ia tidak mampu berkata-kata.

“Aku…tidak ingin merepotkanmu, Sehun,” jawabnya hati-hati.

“Apa kau tidak tahu apa yang baru saja kaulakukan?!”

Baiklah, sekarang Sehun benar-benar marah. Pria itu nyaris hilang kendali kalau saja tidak aada Nayoung sekarang. Sementara si wanita hanya mengerjap lantaran terlalu terkejut dengan kemarahan Sehun.

“Maafkan aku kalau kedatanganku ke sini membuatmu marah. Aku akan pulang sekarang kalau begitu.” Buru-buru Nayoung berderap keluar dari ruangan Sehun. Jujur saja, ia tidak tahu di mana letak kesalahannya di sini. Ia terlalu syok dengan perlakuan Sehun dan butuh menenangkan diri sekarang.

****

Sehun pulang larut malam. Ia bisa melihat istrinya sudah terbaring di kasur ketika ia memasuki kamar. Perasaan bersalah kini memenuhi benaknya. Tidak seharusnya tadi ia membentak Nayoung. dirinya hanya terlampau emosi dan khawatir dengan Nayoung. Takut jika akan terjadi sesuatu dengan wanita itu. Tapi jika dipikir-pikir lagi, ia tidak memiliki alasan untuk khawatir pada Nayoung.

Setelah mengganti setelan kerjanya dengan pakaian tidur, ia merebahkan tubuh di samping Nayoung. Sehun menyadari setelah beberapa menit, kalau Nayoung belum tidur. Wanita itu hanya berpura-pura tidur namun gelagatnya terlalu terbaca oleh Sehun.

Sehun beringsut mendekati punggung Nayoung. Ia mengelus pundak Nayoung dengan lembut dan hati-hati. “Hei, aku minta maaf. Aku tahu tidak seharusnya aku bicara sekasar tadi.”

Nayoung membalikkan tubuhnya perlahan. “Tidak apa-apa. Aku hanya sedikit terkejut tadi,” balasnya, “kau hanya sedang stres tadi, jadi emosimu tidak stabil dan mudah meledak. Aku juga sering begitu saat datang bulan.”

Sehun terkekeh. “Kau boleh membentakku nanti. Supaya kita impas.”

“Kau tahu? Tadinya aku hampir berencana menguncimu di luar. Hitung-hitung untuk waktu merenung, tapi aku terlalu baik hati. Jadi, ya…kubiarkan kau masuk.”

Sehun memutar kedua bola matanya lantas mendengus geli. “Terserah kau saja,” balas Sehun seadanya lalu melingkarkan tangannya pada pinggang sang wanita dan menariknya mendekat.

TBC

A/N:

3 thoughts on “The Lost and Love [FILE 12]

Leave a comment