The Lost and Love [FILE 9]

By : Vi 

Cast : Oh Sehun (EXO), Im Nayoung (OC)

Genre : Marriage Life, Romance, Angst

Length : Chaptered

Rating : PG-17

Disclaimer : I own the plot and the stories. This story is purely mine, I created it myself from my own wild imagination. Cast besides OC(s) belongs to God and their relatives. I might have posted this story on another blog. Last but not least, please don’t be plagiators and siders! Thank you for your concern.

WARNING FOR TYPOS!

Previous

FILE 1 // FILE 2// FILE 3 // FILE 4 // FILE 5 // FILE 6 // FILE 7 // FILE 8

also posted on here

.

.

.

.

.

Jieun tidak main-main soal mengirim Sehun dan Nayoung untuk liburan. Nayoung menuruti perkataan Sehun dan langsung mengemasi pakaiannya pada malam waktu Sehun mendapat berita mengejutkan itu dari Jieun. Di sisi lain, Sehun mencoba untuk terlihat tidak terlalu peduli, tapi raut sebal tetap bisa Nayoung lihat dengan jelas terpatri di wajah Sehun.

Di dalam pesawat, Nayoung tertidur pulas di samping Sehun. Sementara pria itu hanya bisa membolak-balik halaman majalah yang terdapat di kantung belakang kursi penumpang. Sehun sudah mencoba untuk menutup matanya dari tadi. Namun, ia tidak mengalami kemajuan sama sekali. Kedua kelopak matanya masih saja terbuka lebar dan sepertinya mereka tidak berencana untuk menutup.

Pundak kiri Sehun tiba-tiba terasa berat dan sedikit geli. Sehun menoleh ke samping dan mendapati Nayoung yang tertidur dengan kepala yang kini sudah bersandar di bahunya. Entah kenapa Sehun tidak memiliki keinginan sama sekali untuk menggeser posisi kepala Nayoung. Melihat wajah istrinya yang kelelahan membuat Sehun tidak tega jika harus mengusik tidurnya.

Dari posisi ini, Sehun bisa dengan jelas mencium aroma shampo gadis itu. Aroma mawar dengan sedikit sentuhan vanila. Dia tidak pernah memerhatikan ajah sang gadis dari jarak sebegini dekat sebelumnya. Terlampau banyak kecanggungan dan argumen di antara dirinya dan Nayoung untuk sekedar memulai suatu pendekatan di dalam pernkahan mereka. Mengingat argumen-argumen konyol mereka tempo hari tanpa sadar membuat Sehun mengulas senyum. Biasanya mereka akan berdebat atas sesuatu yang tidak lebih penting dari masalah-masalah kecil.

Dengkuran halus Nayong menyadarkan Sehun dan membuat dirinya merasa sedikit bersalah karena sudah membuat gadis itu terjebak bersama dirinya dalam ikatan pernikahan. Tidak lama setelahnya, Sehun bisa merasakan kedua matanya mulai terasa memberat dan detik selanjutnya, alam bawah sadarnya sudah mengambil alih.

****

Saat Nayoung tersadar, hal pertama yang ia sadari adalah ada kepala lain yang menimpa kepalanya dan ia tertidur dengan menyandar di bahu seseorang. Hanya butuh beberapa detik bagi Nayoung untuk menyadari kalau itu adalah kepala Sehun dan bahu yang ia sandari itu juga milik Sehun. Nayoung mengumpat dalam hati dan merutuki kecerobohannya sendiri karena sekarang, hal pertama yang ingin Nayoung lakukan adalah menggeser posisi kepala Sehun sebab leher dan tengkuknya terasa pegal bukan main akibat tidur terlalu lama.

Perlahan Nayoung mencoba mengangkat kepala Sehun. Sehun sedikit menggeliat ketika Nayoung mengangkat sedikit kepala pria itu yang sontak membuat Nayoung berhenti sesaat. Ketika dirasa cukup aman untuk kembali mengubah posisi kepala Sehun, Nayoung kembali menggeser kepala Sehun hingga pria itu tertidur dengan posisi duduk tegap.

Omong-omong jika kalian berpikir kalau mereka berada di bangku penumpang kelas satu, maka kalian salah. Jieun sudah merasa cukup dengan mengirim pasangan suami istri ini melalui pesawat kelas ekonomi. Ia merasa akan terlalu menghamburkan uang jika harus membayar tiket pesawat kelas satu untuk sepupu tercintanya yang tidak lain dan tidak bukan adalah seorang Oh Sehun.

Kembali ke Nayoung yang kini bisa bernapas lega karena Sehun tidak bangun akibat ulahnya. Nayoung sedang memandangi arak-arakan awan yang melewatinya melalui jendela pesawat di sampingnya ketika kepala Sheun tiba-tiba terjatuh di bahu kanannya dan membuat Nayoung hampir menjerit.

Hampir

“Jangan protes. Anggap saja untuk membayar bahuku yang kau pinjam tadi,” sergah Sehun tanpa membuka kedua keloopak matanya lalu kembali terlelap. Pria itu seolah tahu dengan apa yang akan Nayoung lakukan padanya ketika ia memutuskan untuk menjatuhkan kepalanya di bahu milik si gadis.

Nayoung mendecak sebal, namun ia tidak membantah dna mengusik tidur Sehun. Gadis itu akhirnya memutuskan untuk kembali melihat pemandangan melalui jendela daripada harus menggubris Sehun.

Jiwa usil Nayoung tiba-tiba muncul ke permukaan dan dirinya tergelitik untuk mengecek apakah Sehun sudah benar-benar tidur atau belum. Nayoung bisa mendengar dengkuran halus Sehun dari posisi ini. Ia menjulurkan tangannya perlahan ke depan wajah Sehun. Lalu melambaikannya beberapa kali.

“Aku sudah tidur, percayalah.” Tiba-tiba Sehun menyahut membuat Nayoung buru-buru menarik tangannya dan berdeham. “Ck, kalau kau tidur, kau tidak akan bicara, Bodoh.”

“Yang berbicara di sini bukan Sehun. Ini adalah alam bawah sadarnya yang berbicara.”

“Kau mau melucu? Apa aku seharusnya tertawa?”

Aish…sudahlah. Aku mau tidur dan jangan ganggu aku.” Sehun mencebik. Pria itu membalikkan tubuhnya supaya tidak perlu berhadapan dengan Nayoung.

****

Tubuh Nayoung terasa pegal luar biasa. Dia merasa kalau tubuhnya akan rubuh kapan saja saat ini. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Nayoung merasakan jet lag. Sementara Sehun agaknya sudah terlampau biasa dengan perjalanan semacam ini. Nayoung membayangkan selelah apa Sehun jika harus bepergian untuk perjalanan bisnisnya ke berbagai negara.

Ekor mata Sehun melirik sekilas Rolex di pergelangan tangan kirinya. Kaki kanannya mengetuk marmer lantai seirama dengan detik jarum jam tangannya.

Good evening, Sir. Aku Luke, yang akan menemani perjalananmu selama di sini.”

Sehun hanya mengangguk begitu pun dengan Nayoung. Luke berjalan ke arah mobil lalu membukakan pintu dan mempersilakan mereka untuk masuk ke dalam mobil di depan mereka. Nayoung masuk diikuti dengan Sehun dan disusul Luke yang lantas duduk di tempat pengemudi.

Mobil mulai berjalan dan keadaan tidak berubah sejak mereka masuk ke dalam mobil.

Hening

Hal selanjutnya yang Sehun sadari adalah kepala Nayoung sudah tersandar di bahu kanannya. Sehun tidak berusaha untuk menolak kepala Nayoung karena ia tahu gadis itu pasti merasa sangat lelah akibat jet lag. Sehun bisa kembali menghirup aroma tubuh Nayoung dengan posisi seperti ini. Sebelum Sehun menyadarinya, pikiran ‘pria normal’nya sudah berputar dan memikirkan hal-hal yang seharusnya bisa Sehun lakukan pada Nayoung karena sejatinya itu bukanlah hal ilegal.

Apa-apaan itu barusan?

Sehun buru-buru melenyapkan pikiran-pikiran itu lalu berdeham. Sehun memang belum menyentuh Nayoung sejauh ini, tapi ayolah! Sehun juga pria normal. Sesekali terintas dipikirannya untuk melakukan hubungan tubuh dengan Nayoung. Apalagi bentuk tubuh Nayoung tidak buruk. Tidak buruk sama sekali malah. Namun Sehun takut akan menyakiti gadis itu jika memaksanya atau mungkin yang sebenarnya ia takuti adalah ia akan menyakiti dirinya sendiri bila pada akhirnya Nayoung menjadi candu baginya.

****

Setelah sampai di villa pribadi milik Jieun, Luke membantu pasangan suami istri itu untuk menurunkan barang-baang bawaan mereka. Sehun mengangkut koper-kopernya ke dalam kamar setelah mengucapkan terima kasih pada Luke. Sejatinya Nayoung terlampau lelah untuk beres-beres dan membersihkan diri sekarang, tetapi tubuhnya juga sudah menjerit “Aku bau!”, jadi ia mengambil keputusan kalau beres-beres setelah mandi adalah hal yang harus ia lakukan sekarang.

Nayoung melirik Sehun yang baru saja menjatuhkan diri di atas kasur. “Aku akan mandi duluan,” ucapnya yang ditujukan pada Sehun seraya memilah pakaian tidurnya dan berlalu menuju kamar mandi. Atau setidaknya menuju ruangan yang ia perkirakan adalah kamar mandi. Untunglah benar bahwa itu adalah kamar mandinya.

Gadis itu keluar tak begitu lama setelah membersihkan dirinya. Air mentes dari ujung-ujung rambutnya yang terlihat baru saja dikeramasi. Ia hanya mengenakan kaus putih polos dengan training shorts hitam.

Sehun juga agaknya tidak betah dengan tubuhnya yang mulai menjerit minta mandi. Pria itu keluar dari kamar mandi setelah menghabiskan kira-kira lima belas menit di dalam. Ia keluar dengan pakaian yang hampir senada—secara tidak sengaja—dengan milik Nayoung. Sambil mengeringkan rambutnya, dilihatnya Nayoung sedang sibuk merapikan pakaian dan barang-barang bawaannya. Posisi Nayoung saat ini adalah tengah berjongkok memunggungi Sehun.

Tiba-tiba otak jahil Sehun mulai berdenting. Sehun mulai berjingkat mendekati Nayoung. Gadis itu sendiri juga nampaknya terlampau lelah untuk menyadari adanya bahaya yang mengintai nyata di belakangnya kini.

“DOR!”

“TUHAN!”

Detik selanjutnya, Sehun sudah terbahak-bahak di lantai melihat Nayoung yang terjungkal akibat perbuatannya. Wajah Nayoung merah padam. Ia kesal bukan main pada Sehun. Nayoung berdiri lantas menyeret Sehun yang masih setengah terbahak.

“Tidak lucu, Sehun!”

“Kau harus lihat wajahmu ta—HAHAHA.”

Nayoung masih menyeretnya hingga sampai di ambang pintu. Sehun masih saja tertawa dan tidak sadar kalau dirinya sudah berdiri di ambang pintu saat ini bersama dengan Nayoung yang sedang berdiri di sebelahnya dan berniat untuk mengunci Sehun di luar.

“Tertawalah sepuasmu di luar!” Setelah itu bunyi pintu berdentum memenuhi rungu Sehun. Seketika tawanya berhenti dan ia menyadari kalau Nayoung baru saja menunci pintu kamar dari dalam.

Ya! Nayoung! Bukakan pintunya!”

“Tidak sampai aku selesai,” ucap Nayoung tegas. Sama sekali tidak bercanda.

Sehun pasrah. Ia memilih turun ke bawah dan menunggu. Pria itu berjalan menuju dapur dan matanya berkilat ketika menemukan kulkas di pojok dapur. Jika ia beruntung, barangkali ia bisa menemukan sesuatu untuk mengisi perutnya. Ketika pintu kulkas ia buka, hal pertama yang menyita perhatiannya adalah kaleng-kaleng berisi coke yang berjejer menyambut kedatangannya. Seakan-akan berkata, “Minum aku!”

Ia mengambil satu kaleng lalu membukanya. Tepat saat ia hendak menengguk isi dari kaleng itu, semuanya tiba-tiba gelap. Tidak, Sehun tidak pingsan. Melainkan sedang terjadi pemadaman listrik. Butuh beberapa saat setelah ia mengerjap beberapa kali hingga matanya mulai bisa melihat isi ruangan secara samar-samar.

Gedoran dari pintu atas membuat Sehun langsung memasang sikap waspada. Samar-samar Sehun bisa mendengar teriakan Nayoung.

“Sehun! Sehun! Pintunya tidak mau terbuka!”

Awalnya, Sehun inin mengabaikan seruan Nayoung supaya mereka impas. Namun, gedoran-gedoran itu semakin keras dan tiba-tiba saja suaranya berhenti. Sunyi menyelimuti seketika dan perasaan Sehun mulai tidak enak.

“Nayoung!” panggil Sehun. Suaranya tidak terlalu keras, tapi seharusnya cukup keras untuk ditangkap oleh rungu Nayoung.

Tidak ada jawaban. Bahkan hingga Sehun menyerukan nama Nayoung untuk yang kesekian kalinya, gadis itu tetap tidak menjawab.

Jantung Sehun berpacu saat ini. Teriakan Nayoung barusan sarat akan kepanikan dan membuat hati Sehun dilanda gelisah bukan main.

Tanpa pikir panjang, Sehun lantas melesat menuju lantai atas. Susah payah ia mencari jalan menuju tangga dengan setengah berlari. Di anak tangga kelima, Sehun terantuk dan terjatuh dengan lutut membentur anak tangga. Ia langsung bangkit berdiri tanpa memedulikan lututnya yang tengah berdenyut.

Sesampainya di depan pintu kamar, Sehun mencoba menggedor pintu kamar untuk mendapat respon dari Nayoung. Gadis itu tetap saja tidak menjawab dan Sehun semakin panik.

“Nayoung! Kau dengar aku?! Jawab aku!”

Baiklah, Sehun sangat panik sekarang. Beberapa kali ia mencoba mendobrak pintu dengan bahunya, namun tidak berhasil. Akhirnya, dia mundur beberapa langkah lalu mengambil ancang-ancang lantas berlari menerjang pintu di hadapannya.

BRAK!

Pintu terbuka dan Sehun langsung menghambur masuk. Pikirannya sudah kalut dengan Nayoung saat ini. Ada sebesit rasa bersalah karena mengabaikan seruan panik gadis itu karena ingin membalas Nayoung tadi.

Gadis itu di sana.

Terkulai lemas di pojok kamar sambil memeluk kedua lututnya, tidak jauh dari pintu kamar. Walau samar, Sehun bisa melihat tubuh gadis itu bergetar. Dengan sigap pria itu segera menghampiri Nayoung.

Sehun tidak berpikir panjang dan langsung mendekap Nayoung karena itulah hal yang paling ia ingin lakukan saat ini; saat melihat keadaan Nayoung tak berdaya seperti ini. Tubuh Nayoung bergetar hebat dalam dekapan Sehun. Nayoung bahkan mulai merancau tidak jelas saat Sehun memeluknya.

Pria itu sendiri tidak mengerti kenapa dia bisa menjadi secemas ini terhadap Nayoung. Yang jelas, Sehun tidak ingin melihat Nayoung dalam keadaan seperti ini. Keadaan Nayoung membuat Sehun bahkan lebih ingin melindungi Nayoung. Insting itu muncul begitu saja tanpa Sehun sadari.

“Sssst…tenanglah, Nayoung. Ini aku, Sehun.”

Beberapa menit mereka bertahan dalam posisi itu sebelum akhirnya lampu-lampu kembali hidup. Nayoung masih berada dalam dekapan Sehun, tapi gadis itu tak kunjung membaik.

“Ini aku, Nayoung. Aku di sini, semuanya baik-baik saja.”

Nayoung mengangkat kepalanya. Sehun bisa melihat—walau sekilas—iris hazel itu berpendar waspada dan terlihat sangat rapuh pada saat yang bersamaan.

“Sehun…,” lirih Nayoung. Lalu sekon selanjutnya, Nayoung jatuh pingsan ke dalam dekapan Sehun.

****

Nayoung membuka matanya dengan kepapla yang terasa berdenyut seolah akan pecah. Ia tidak mengingat apa pun selain semalam ia terjebak sendiri di dalam kamar ketika mati lampu dan bayangan Sehun yang samar-samar muncul dalam memorinya. Ketika hendak turun dari ranjang, ia menyadari ada sesuatu yang melingkar di atas pinggangnya.

Itu lengan Sehun.

Jantung Nayoung mulai berdetak tak terkendali ketika menyadari hal itu. Mungkin bayangan samar-samar Sehun memeluknya semalam adalah benar adanya. Entahlah, otak Nayoung benar-benar tidak bisa bekerja lurus sekarang.

Dia berusaha memindahkan tangan Sehun perlahan supaya pria itu tidak perlu terbangun karenanya. Nayoung sudah setengah jalan ketika tangan Sehun justru menariknya lebih rapat. Kini punggung Nayoung menyentuh dada Sehun. Ia bisa merasakan detak jantung Sehun yang berdetak seirama dengan miliknya. Dirasakannya Sehun mengeliat di belakangnya.

“Sudah bangun?” Sehun bertanya dengan mata terpejam. Baritonnya terdengar serak dan halus pada saat yang bersamaaan. Tegas namun menenangkan.

“Sudah dan akan lebih baik jika kau melepaskan tanganmu.”

“Semalam jika aku melepaskan pelukanku, kau akan langsung merancau hal yang tidak-tidak.”

Nayoung terdiam.

Benarkah?

“I-itu, ‘kan semalam. Sekarang lepaskan.”

“Lima menit lagi.”

“Kau sakit, ya? Tingkahmu kenapa aneh begini?”

“Ah sudahlah, lupakan. Aku mau mandi,” gerutu Sehun dengan kesal. Lantas ia turun dari tempat tidur sambil berjalan ke kamar mandi dengan kaki sedikit dihentak.

Sungguh, Nayoung bingung bukan main saat ini. Sehun ini bipolar atau bagaimana? Perangainya berubah bahkan lebih cepat dari perubahan mood Nayoung saat sedang datang bulan. Pria itu bersikap tak acuh dan dingin pada kebanyakan waktu dan detik selanjutnya tiba-tiba pria itu berubah menjadi pria yang manja.

****

Rencananya tadi Nayoung ingin membuat sarapan, tapi persediaan makanan yang tidak mendukung membuat Nayoung mau tidak mau hanya duduk termangu di atas ranjangnya sekarang. Saat pagi, pemandangan dari balkon kamar ini sangatlah indah. Laut biru membentang sejauh mata memandang.

Sekelebat ingatan tiba-tiba melintas dalam benak Nayoung. Ingatan yang sejak lama seharusnya sudah ia lupakan dan seharusnya sudah hilang. Nayoung mulai meringkuk. Ia beringsut menarik kedua lutunya merapat ke dada. Kedua tangannya menutup telinganya, berusaha menghalau bisikan-bisikan yang sejatinya tidak pernah ada. Kelopak matanya terpejam erat dan tubuhnya kembali mulai bergetar. Napasnya memburu dan jantungnya mulai berirama liar.

“Nayoung, tenangkan dirimu. Semuanya akan baik-baik saja,” katanya berusaha menenangkan dri sendiri.

Sehun baru saja keluar dari kamar mandi dan hal pertama yang menyambutnya adalah pemandangan Nayoung dalam keadaan persis seperti semalam. Bedanya, kali ini terlihat jauh lebih jelas dan ia bisa mendengar lirihan Nayoung dengan jelas. Perasaan itu kembali melanda Sehun. Perasaan cemas dan keinginan untuk melindungi serta memastikan kalau Nayoung aman.

Sehun berderap mendekat lalu duduk di depan istrinya. Ia melakukan kembali apa yang ia lakukan semalam pada Nayoung; menenggelamkan sang gadis ke dalam dekapannya.

“Nayoung, tenanglah. Semua akan baik-baik saja. Aku janji,” ujarnya seraya meluncurkan jemarinya dalam surai kecoklatan milik gadisnya.

Gadis itu mulai tenang. Napasnya mulai teratur dan Sehun mencoba melepas kedua tangan Nayoung dari telinganya dengan perlahan. Untuk saat ini, Sehun rasa ia tidak bisa bertanya apa-apa pada Nayoung. Kondisinya sangat tidak memungkinkan dirinya untuk bertanya.

Satu yang bisa dirinya pastikan saat ini.

Nayoung tidak baik-baik saja.

Ketika Nayoung tersadar sepenuhnya, ia sadar kalau semalam ia tidak bermimpi. Tentang Sehun yang memeluk dan menenangkannya adalah nyata. Segalanya nyata, sangat nyata. Semua perlakuan Sehun padanya barusan entah kenapa terasa begitu familiar.

“Maafkan aku. Aku tidak tahu apa yang merasukiku barusan,” kata Nayoung. Jujur, ia merasa sedikit canggung dengan perlakuan lembut Sehun padanya dan bagian anehnya adalah ia justru merasa benar-benar aman saat Sehun mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja.

“Tak apa. Mau kuambilkan air?”

“Tidak usah terima kasih.”

Terjadi jeda hening sebelum akhirnya Sehun mulai bicara dan menyampaikan apa yang ia ingin sampaikan dari lama. “Kau tahu? Aku ini suamimu, Nayoung. Kau bisa ceritakan apa pun masalahmu padaku. Aku siap untuk mendengar dan membantumu.”

Menurut Sehun, walau pernikahan ini tidak didasari ata perasaan cinta antara dirinya dan Nayoung, namun tidak ada salahnya untuk menjalani dan menghadapi semuanya bersama karena sejak mereka menyatakan janji suci di atas altar waktu itu, mereka akan terjebak bersama untuk waktu yang lama.

Ditatapnya Sehun lamat-lamat. Nayoung bisa melihat ketulusan Sehun di dalam mata pria itu. Tatapan Sehun tidak pernah seteduh dan setulus ini sebelumnya. Biasanya Nayoung akan merasa terintimidasi dengan tatapan Sehun, tetapi kali ini berbeda. Ada sesuatu dalam pancaran mata Sehun yang membuat Nayoung yakin kalau Sehun benar-benar akan membantunya.

“Terima kasih, Sehun, tapi aku belum bisa…”

“Tak apa. Just take your time, okay?

Nayoung mengangguk.

Dan pada saat itu juga, Nayoung menyadari kalau kini Sehun adalah bagian dari hidupnya. Sehun adalah suaminya sekarang, pasangan hidup yang telah berbagi janji sehidup dan semati bersamanya. Ia sudah tidak sendiri lagi sekarang, ia punya Sehun dan itu sudah lebih dari cukup baginya.

TBC

A/N:

Hola mami *wink*

Aduh bingung mau ngomong apa…udah kelamaan bikin A/N jadi kagok lagi, deh. Hehehe.

Doakan aja semoga cerita ini mampu aku tamatin. Amin.

Best regards,

Vi

12 thoughts on “The Lost and Love [FILE 9]

  1. Aku cuma mau ucapin thanks Aja buat author karn selama aku bca ff ini blum diprotec.
    Ffmu bagus trus kok semangat terus nulisnya

    Like

  2. Mereka beneran bulan madu. Kok jadi bikin gereget ya pengen mereka cepet deket dan nyadarin perasaan satu sama lain. 🙂
    Kelakuan Sehun makin kesini makin manis aja sama Nayoung, bikin iri aja 😦
    Itu Nayoung kenapa? Kok kayak yang punya trauma akan sesuatu gitu 😦

    Like

Leave a comment