[SUHO’S BIRTHDAY PROJECT] – Of Delusion & Farewell

By : Vi 

Cast : Kim Junmyeon (EXO), Shin Hyesoo (OC)

Genre : Romance, Angst, Hurt

Length : Oneshot

Rating : PG-15

Disclaimer : I own the plot and the stories. This story is purely mine, I created it myself from my own wild imagination. Cast besides OC(s) belongs to God and their relatives. I might had posted this story on another blog. Last but not least, please don’t be plagiators and siders! Thank you for your concern.

WARNING FOR TYPOS!

.

.

.

.

.

 

Andai saja ini bukan sesuatu yang sangat penting, mana mungkin Junmyeon rela keluar dari persinggahannya yang bisa membuatnya terlelap kapan saja detik ini juga? Lagipula sekarang musim gugur sedang bertahta dengan apiknya menguasai cuaca di Seoul. Ugh, mana cuaca hari ini benar-benar tidak bersahabat; beberapa kali Junmyeon merasakan hembusan angin dingin yang menusuk kulitnya hingga tulangnya sedikit ngilu. Membuat bulu kuduknya meremang pula.

Junmyeon hanya terus menunggu tatkala ekor matanya belum dapat menemukan si gadis. Sesekali melihat jarum jam yang terus berdetik pada jam tangan yang melingkar di pergelagan tangan kirinya. Setiap hembusan nafasnya yang mengeluarkan asap adalah wujud nyata perjuangan Junmyeon dalam menunggu si gadis. Beru saja ketika dirinya menggosokkan kedua telapak tangannya pada lengan atasnya, seseorang menepuk pelan bahu kanannya. Sontak membuat Junmyeon menoleh dan mendapati presensi subjek yang ditunggunya sedari satu jam yang lalu.

“Kau lama menungguku?”

“Hanya satu jam.”

Dedaunan yang menguning termakan musim, menari elok tersapu buaian angin. Menjadi saksi bisu di antara mereka yang kini hanya bertukar keheningan. Junmyeon tidak tahu harus mulai dari mana. Baginya ini semua terlalu berat dan takdir terlalu kejam padanya.

“Bagaimana jika kita bicarakan sambil menikmati jalan taman?”

“Baiklah.”

Hanya itu yang mampu diucapkan si gadis. Junmyeon juga hanya bisa menyarankan berjalan mengelilingi taman sebagai pengalih kesuyian di antara mereka. Yang menurutnya sangat tidak nyaman.

Pria itu berjalan setelah mengeratkan jaketnya. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celananya. Hanya tinggal mengangkat tinggi-tinggi kepalanya, maka ia bisa saja dicap sebagai orang dengan tingkat arogansi yang tinggi hanya dengan sekali lirik. Untung saja Jumyeon berjalan sambil memperhatikan langkah kakinya yang sepertinya sedikit keberatan harus melakukan peraduan dengan jalan setapak pijakannya.

Si gadis juga melakukan hal yang sama. Hanya berjalan sambil menunduk. Kalau saja taman sedang ramai, mungkin sekarang mereka sudah diumpat oleh orang-orang yang mungkin mereka tabrak karena berjalan tanpa pandangan yang jelas ke depan.

“Jadi, bagaimana kabarmu?” tanya Junmyeon berbasa-basi. Si gadis sontak menoleh lalu tersenyum lembut. Ah, senyum favorit Junmyeon. Senyuman yang selalu berhasil membuat Junmyeon terpaku di dalam ruang dan waktu. Senyuman yang selalu saja berhasil membuat jantungnya berdesir hangat. Senyuman yang membuat hari-harinya terasa lebih indah selama beberapa bulan ini.

“Aku baik. Kau sendiri?”

Well, seperti yang kau lihat. Aku masih utuh,” tutur Junmyeon yang membuat si gadis terkekeh kecil. Pandangan Junmyeon beralih dari lawan jenis di sampingnya, digantikan dengan tatapan lurus ke depan. Sementara si gadis agaknya masih betah memandangi wajah Junmyeon dari samping selama beberapa detik.

“Kau ingat halte bus itu, Hye?” si gadis lantas menengok berusaha mencari “itu” yang dimaksud Junmyeon. Dirinya kembali tersenyum samar mendapati halte yang menjadi saksi pertemuan pertama mereka.

****

Sepertinya Junmyeon salah ketika memilih untuk berjalan-jalan keluar demi mendapat udara segar. Semalam suntuk dirinya berkutat dengan laptop kesayangannya. Membuat beberapa bab cerita yang entah ia niatkan untuk dipublikasikan atau tidak. Dan idenya tiba-tiba berhenti mengalir satu jam yang lalu sehingga dirinya memutuskan untuk keluar. Mencoba mencari persepsi lain dengan mengamati lingkungan sekitarnya. Yang mungkin akan berujung pada derasnya ide yang membanjiri otaknya.

Kim Junmyeon

Ya, itulah nama lengkapnya. Atau acap kali dikenal sebagai Junmyeon oleh publik. Namanya memang beberapa kali muncul di sampul novel best seller dengan title penulis yang melekat padanya. Wajahnya juga tak asing di mata publik. Kerap kali muncul di beeberapa acara TV membuat pamornya sedikit naik.

Junmyeon bekerja sebagai penulis. Pekerjaannya memang sederhana. Gajinya pun tidak besar hingga dapat membeli banyak barang prestis. Namun menulis membuat Junmyeon senang. Katanya, Junmyeon bisa membuat jalur hidup untuk tokohnya dan mengatur takdir tokoh-tokohnya semaunya. Mungkin Junmyeon hanya ingin para tokohnya memiliki kehidupan yang setidaknya lebih baik daripada miliknya. Atau kasarnya, biasanya Junmyeon menulis buku berdasar apa yang ia inginkan terjadi dalam hidupnya. Entahlah, imajinasi seorang penulis memang sulit ditebak.

Rencana awalnya mencari udara segar sepertinya harus digagalkan karena hujan. Terlalu segar untuk Junmyeon, pikirnya. Daripada basah-basahan menembus derasnya tangisan langit, dirinya lebih memilih untuk berteduh sementara di halte bus terdekat. Dirinya mengumpat dalam hati, merutuki peruntungannya yang tidak baik hari ini. Ia tidak sadar bahwa dirinya sedang diamati sepasang manik coklat yang tersenyum geli melihat tingkahnya yang sedang mengomel sendiri.

“Kau juga sedang sial rupanya,” lisan si pemilik manik coklat yang membuat Junmyeon terkesiap lantas menengok ke arah datangnya suara.

“Kau juga kehujanan?” dari sekian banyak pertanyaan hanya itu yang mampu lolos dari kedua bibir Junmyeon. Si gadis menangguk sambil tersenyum. Kemudian gadis itu kembali angkat bicara, “Duduklah.”  Junmyeon hanya memandang gadis itu untuk beberapa saat sebelum duduk di sampingnya.

“Apa yang membawamu keluar dari rumahmu?” tanya si gadis sedikit menutupi nada kuriositas dalam pertanyaannya. Dengan alis terangkat sebelah dan tangan yang menunjuk dirinya sendiri, Junmyeon balik betanya, “Kau bicara padaku?”

Gadis itu mmemutar bola matanya sebelum akhirnya terkekeh melihat ekspresi Junmyeon. “Tentu saja kau. Memangnya siapa lagi yang berada di sini?” Junmyeon menoleh memperhatikan sekelilingnya dan baru tersadar jika mereka hanya berdua dalam naungan kanopi halte bus saat ini.

“Entahlah, hanya jenuh dan memutuskan untuk mencari udara segar yang secara sial dituntun takdir untuk terjebak di antara hujan. Kau sendiri?”

“Ya, kurang lebih kita senasib. Tapi sepertinya kau terdengar lebih putus asa,” seloroh si gadis sambil lagi-lagi terkekeh geli. Saat ini Junmyeon memang benar-benar terlihat seperti orang yang baru putus cinta. Jadi tidak heran mendengar penuturan gadis dengan iris coklat pekat di sebelah Junmyeon saat ini.

“Ah, kita belum berkenalan. Namaku Hyesoo, Shin Hyesoo,” ujar gadis pemilik nama lengkap Shin Hyesoo itu sambil tersenyum memandang Junmyeon. Mau tak mau Junmyeon ikut tersenyum ramah ke arah Hyesoo tanpa mengindahkan jantungnya yang kini berdesir aneh melihat senyuman Hyesoo.

Sambil mengulurkan tangannya, Junmyeon berucap, “Junmyeon, Kim Junmyeon. Senang mengenalmu.” Hyesoo membalas uluran tangan Junmyeon dengan senyum yang masih terlukis jelas di wajahnya. Keduanya bahkan tidak sadar kalau hujan sudah berhenti sekarang.

Eoh? Hujannya sudah berhenti, kalau begitu aku duluan, Hyesoo-ssi,” pamit Junmyeon sambil membungkuk kecil pada Hyesoo lantas mengambil langkah seribu kembali ke kediamannya. Sepertinya Junmyeon baru saja mendapat ide untuk lanjutan kisahnya yang masih tersimpan rapi di dalam laptop kesayangannya.

 

****

Junmyeon masih memandang Hyesoo dari samping sambil berjalan. Memperhatikan setiap lekukan wajah Hyesoo dengan detil. Junmyeon tidak akan berdusta kalau paras Hyesoo memang elok adanya. Bahkan akan bertambah berkali-kali lipat jika gadis itu tersenyum.

Wajah Hyesoo berbinar seketika saat kedua obsidiannya menangkap kehadiran truk es krim yang berjarak kurang lebih sepuluh meter dari tempatnya berdiri saat ini. Hyesoo menyambar lengan kiri Junmyeon lantas menariknya kuat. Hyesoo memang bisa menjadi sedikit hilang kendali jika sudah bertemu dengan es krim. Junmyeon tidak sempat merespon karena kini Hyesoo sudah menyeretnya hingga tepat berada di depan penjual es krim.

“Junmyeon, belikan, ya?” ujar Hyesoo dengan tatapan memohon sambil mengepal kedua tangannya di depan dada yanng ditujukan pada Junmyeon. Junmyeon hanya tersenyum samar sambil menggeleng-gelengkan sendiri kepalanya melihat tingkah Hyesoo yang seperti anak berumur lima tahun saat sedang memohon pada ibunya untuk dibelikan es krim.

“Coklat, kan?” tanya Junmeon dan Hyesoo mengangguk penuh semangat. Si penjual es krim yang berdiri tepat di hadapan mereka hanya memandang mereka aneh. Tatapannya sedikit sulit diartikan. Lagipula Junmyeon juga terlalu malas untuk menanggapi tatapan itu. Tatapan yang selama beberapa bulan ini juga sering dilayangkan ke arahnya setiap ia berbicara dengan Hyesoo.

“Tolong satu double scoop ice cream coklatnya, Paman,” pinta Junmyeon sambil mengeluarkan beberapa uang dari dompetnya. Sementara Hyesoo sudah dengan tatapan tidak sabaran menunggu di samping Junmyeon. Dan tidak sampai semenit kemudian, es krim coklat milik Hyesoo sudah disuguhkan tepat di depan wajahnya oleh Junmyeon. Namun Hyesoo malah menggeleng dan mendorong pelan tangan Junmyeon yang sedang menggenggam es krim miliknya.

“Kau saja yang makan.”

Alis Junmyeon terangkat sebelah berusaha mencerna kata-kata Hyesoo. Siapa yang minta tapi siapa yang disuruh makan, pikir Junmyeon. Sebelum Junmyeon melayangkan argumennya, Hyesoo terlebih dahulu angkat bicara.

“Aku dengar, coklat dapat memperbaiki mood seseorang. Kau saja yang makan, mukamu terus kau tekuk sedari tadi.”

“Tapi Hye—“

“Sudah, makanlah!” nada otoriter dalam kalimat Hyesoo membuat Junmyeon perlahan tapi pasti mulai melahap makanan berbahan dasar krim itu. Di samping itu, dirinya juga malas berdebat dengan Hyesoo. Gadis itu bisa menjadi sangat keras kepala jika sudah ada maunya. Dan membujuk Hyesoo yang keras kepala bukanlah hal nomor satu dalam agenda Junmyeon untuk diprioritaskan. Sangat membuang tenaga dan waktu, kawan.

Beberapa orang yang mengantre di belakang Junmyeon juga turut melayangkan tatapan serupa dengan sang penjual es krim. Bingung dengan kelakuan Junmyeon. Junmyeon juga tidak ingin munafik bahwa dirinya sebenarnya menyadari tatapan-tatapan itu. Tetapi ia lebih memilih melanjutkan langkahnya yang berusaha disejajarkan oleh Hyesoo dari belakang daripada repot-repot meladeni mereka.

Langkah Hyesoo sedikit tergesa ketika menyusul Junmyeon. Junmyeon berjalan terlalu cepat untuk menghindari berpasang-pasang mata yang diarahkan aneh padanya.

“Kau masih sering mendapat tatapan aneh dari mereka?” Hyesoo dengan polosnya bertanya kepada Junmyeon. Pemuda itu menghentikan langkahnya ketika mendapat pertanyaan yang baru saja dilayangkan Hyesoo untuknya. Junmyeon hanya menatap lekat kedua iris hazel milik Hyesoo untuk beberapa saat sebelum kembali melanjutkan langkahnya. Hyesoo terus berusaha mengimbangi langkah Junmyeon yang dengan seenaknya pergi mendahuluinya.

Junmyeon menandaskan potongan cone es krim terakhirnya dalam sekali lahap. Mulutnya sibuk mengunyah cone es krim sementara benaknya terus saja meneriakkan kalimat-kalimat yang entah akan sanggup ia verbalkan atau tidak. Di sisi lain, Hyesoo hanya berjalan di samping Junmyeon tanpa mengeluarkan barang sepatah kata pun. Hyesoo tahu Junmyeon sedang dalam mood yang tidak baik. Hyesoo juga tahu, dirinya lah yang membuat Junmyeon berada dalam ambang kebimbangan saat ini. Jadi, gadis itu lebih memilih bungkam daripada mempersulit kerja otak Junmyeon dengan berbagai ocehannya.

Mereka memutuskan untuk duduk di ayunan taman. Sesekali kedua kaki Junmyeon mendorong pelan ayunannya. Begitu pun dengan Hyesoo. Tidak ada dari keduanya yang merasa canggung dengan keheningan yang tercipta di antara keduanya. Mungkin terlalu kalut dengan pikiran masing-masing.

Junmyeon berdiri dari ayunannya; melangkahkan kedua tungkainya ke belakang ayunan Hyesoo. Kedua tangannya dengan lembut mendorong perlahan ayunan milik si gadis. Membuat surai hitam Hyesoo bergoyang tertiup hembusan angin yang tercipta dari ayunan Junmyeon.

“Jun, jika kau ingin pergi, aku tidak keberatan,” ucap Hyesoo tiba-tiba yang membuat Junmyeon menghentikan ayunannya seketika. Dirinya membeku, berdiri tak bergeming sedikit pun akibat vokal Hyesoo barusan. Hyesoo pun bangkit dari duduknya dan berjalan mengitari ayunan miliknya sambil menatap kedua netra Junmyeon lekat.

“Hye, apa yang kau bicarakan?” wajah Junmyeon pucat pasi seketika. Tidak, dirinya belum siap. ini terlalu cepat. Junmyeon butuh waktu lebih dari ini. Hyesoo menangkup sisi kiri wajah Junmyeon dengan tangan kanannya sambil mengelusnya lembut. Hyesoo bisa dengan jelas menatap tatapan sakit dalam kedua manik milik Junmyeon kala miliknya menyelam dalam milik Junmyeon.

“Kau tahu persis apa yang kubicarakan, Jun.”

Junmyeon diam seribu bahasa. Otaknya tidak bisa bekerja lurus sekarang. Dan tanpa dirinya sadar, pandangannya mulai kabur oleh genangan yang tercipta di soket matanya. Tangan Junmyeon perlahan terulur naik mengenggam tangan kanan Hyesoo yang masih mengelus wajahnya. Menurunkannya perlahan tanpa melepaskan genggamannya.

“Maafkan aku, Hye. Tapi kata mereka, aku harus mencoba menjauhimu.”

“Tidak apa, aku mengerti.”

“Mungkin aku terdengar egois, tapi kata mereka ini demi kebaikanku.”

Hey, kau tidak egois. Memang sepertinya peruntunganmu yang buruk, Jun. Selalu buruk, bahkan juga sama buruknya saat aku pertama muncul,” Hyesoo dengan entengnya mengucapkan setiap silabelnya sambil terkekeh pelan. Junmyeon diam untuk beberapa saat karena dirinya tahu, jika kalimat selanjutnya yang akan meluncur dari kedua bibirnya hanya akan membawanya semakin dekat menuju perpisahan yang tidak pernah ia inginkan dari awal.

Geurae,“ Junmyeon menghela nafasnya dalam-dalam lantas menghembusnya berat, “kalau begitu kau jaga dirimu baik-baik. Kau tahu bahwa aku tidak akan pernah melupakanmu, bukan?”

“Aku tahu,” balas Hyesoo sambil tersenyum penuh arti. Detik berikutnya, Junmyeon tidak dapat menahan laju kristal bening yang mengalir menuruni kedua pipinya. Hyesoo berjalan mendekati Junmyeon dan sambil sedikit berjinjit, dirinya mendaratkan kecupan pada bibir Junmyeon. Junmyeon bisa merasakan dengan nyata bibir Hyesoo dengan lembut menempel dengan miliknya. Hanya menempel, tidak lebih. Dan Junmyeon tidak keberatan dengan itu.

Mereka diam selama beberapa detik, berusaha menikmati waktu yang tersisa. Memohon agar untaian waktu yang kejam tidak perlu menjadi fana. Junmyeon melepaskan tautan mereka yang terasa begitu nyata namun kenyataan harus menamparnya keras dengan sederet fakta menyakitkan yang tidak pernah ia sangka.

“Sampai jumpa, Jun. Ingat, jangan mencariku lagi,” sambil tertawa kecil Hyesoo kembali melanjutkan kalimatnya, “tapi jangan pula kau lantas menghilangkanku dari tumpukan memorimu itu. Janji?”

“Aku janji, Hye.”

Dan saat kalimat itu berbunyi, Junmyeon sadar, Hyesoo kini tinggal menjadi bagian dari kenangannya yang akan ia simpan dengan manis di dalam otaknya. Memilih untuk menyimpannya bersama dengan segudang memori menyenangkan yang pernah ia alami dalam hidupnya. Karena Hyesoo sesungguhnya memang tidak pernah nyata, dan dirinya lah yang terlalu takut untuk mengakuinya. Katakan Junmyeon pengecut, Junmyeon tidak peduli.

Bukankah kita masing-masing juga memiliki ketakutan? Memiliki saat di mana ada baiknya menganggap yang tidak nyata adalah nyata. Di saat yang tidak nyata terasa lebih baik daripada yang nyata.

Dan Junmyeon hanya bisa mengucapkan salam yang menjadi tanda telak perpisahan mereka.

“Sampai jumpa, Shin Hyesoo.”

FIN

A/N :

HAPPY BIRTHDAY OUR BELOVED KIM JUNMYEON A.K.A. SUHO!! *prepetprepet* *tebarconfetti* Leader ganteng ini udah nambah lagi umurnya. Udh tua, nih :v /plak/ Ga tua kok, cm masa mudanya kecepetan aja :”v. Semoga makin ++ lah, ya, Mas Suho. Semoga dirimu bisa bersaing sehat dalam menggeser posisi member lain di hati Vi /eh/

Udh ah, kl ngasih wish buat Suho di sini ntar bs lbh panjang dr FF-nya wkwk.

Oke, buat yang belum ngerti, jadi, di sini Hyesoo itu hanya delusi Junmyeon semata. Jadi, Junmyeon ceritanya lagi dalam tahap awal skizofrenia atau mau kalian anggap Junmyeon terlalu imajinatif juga boleh :v. Intinya Hyesoo itu ga nyata , kawan.

Ini mungkin lebay, tapi aku entah kenapa berasa jadi Junmyeon waktu ngetik ini, terus nangis .-. seriusan nangis. Literally nangis, saudara. Tp aku menjiwai Jun bukan lantas ini berdasar pengalaman pribadi. Aku masih sehat sentosa makmur sejahtera kok sampe sekarang :v. Dan rampunglah Birthday Project keduaku kali ini. Yehet! See you next time, guys!

Best regards,

Vi

 

6 thoughts on “[SUHO’S BIRTHDAY PROJECT] – Of Delusion & Farewell

  1. Kamu tega Liv ,tegaa~~ Mas Junma diginiin. Ngenes banget ahh. Padahal suka sekali chemistry Suho n Hyesoo .Ahhh si Suho dewa banget ngayal cewek sampe segitunya. Apalagi authornya nih? kke. Iyasih terkadang yang gak nyata terasa lebih baik dari nyata dan lebih baik lagi kalo yang kita harapkan jadi kenyataan
    Tbh..Entah kenapa bagiku ff kamu yang castnya Suho itu selalu jadi yang terbaik –dihati aku #plak.

    Liked by 1 person

    • Emg hidup dia ditakdirkan ngenes d ff sy, kak /plak/ authorny mah cm bs ngayal ketemu oppa ganteng nun jauh d mato :”

      pdhal bikin ff suho itu susah lho kak .-. Receh setengah mampus, jd mau di otak-atik karakterny rada njelimet, takut g pas sm pencitraan dia :v. Btw, makasih banyak lho kak han :””” . Aku pdmu 💞

      Liked by 1 person

Leave a comment